Monday, February 12, 2007

Motor dan Lalat

... pah, motornya banyak sekali ya? mungkin nanti bumi akan penuh dengan motor ya pah? ...

Sayup terdengar sebuah pertanyaan yang muncul dari bibir seorang anak berusia kurang lebih 4 tahunan kepada seorang ayahnya di sebuah perempatan jalan. Pertanyaan yang begitu lugu dan lugas dari seorang anak yang entah bangga, kagum, aneh, atau bingung karena banyaknya populasi kendaraan bermotor roda dua (sepeda motor) di kota tempatnya berada.

Di tengah himpitan ekonomi, dan laju pertumbuhan ekonomi yang tidak menentu beberapa lama ini -bahkan sudah nyaris 10 tahun-, sepeda motor memang menjadi salah satu alternatif pemecahan dari permasalahan ekonomi yang dihadapi. Harga-harga yang melambung termasuk harga minyak, yang berdampak pada merangkak naiknya ongkos transportasi dan bahan makanan pokok yang ada.

Kembali ke populasi sepeda motor yang pertumbuhannya begitu dahsyat dalam kurun waktu 3-4 tahun terakhir ini -ah, sayangnya aku tak punya data kuantitatif yang relevan di lapangan- memang cukup memberikan kontribusi terhadap penggunaan jalan raya, baik itu positif maupun negatif. Pada posisi positif, peningkatan populasi ini memberikan sebuah jalur alternatif angkutan (ojeg), bahkan pada beberapa lokasi dikenal dengan istilah ojeg trayek bebas. Di sisi yang lain, populasi sepeda motor membuat jalan semakin semrawut, khususnya bagi mereka yang tidak mematuhi aturan, menggunakan lajur sekehendak hati, dan sedikit ugal-ugalan. Padahal penulis sendiri adalah seorang pengguna setia sepeda motor, tapi rasanya khawatir melihat orang lain mengendarai secara sembrono, yang dapat membahayakan -selain dirinya sendiri- juga pengguna jalan lainnya.

Jika dilihat lebih jauh, jumlah motor yang begitu banyak tidak lepas dari kemudahan untuk mendapatkan kendaraan tipe ini. Betapa banyak kemudahan dari pada perusahaan leasing motor dalam memberikan pinjaman/kredit sepeda motor. Sebagai data pembanding, di Jakarta, pertambahan sepeda motor mencapai kurang lebih 1.300 unit setiap hari, cukup mengkhawatirkan memang (Bang Yos, dari acara Om Farhan). Bagaimana dengan Bandung, jika diambil setengahnya saja dari jumlah pertumbuhan di Jakarta, tak ayal Bandung akan jadi kota motor. Lihat saja di setiap perempatan atau parkiran, betapa banyak sepeda motor yang ada, kalau teman saya, Petri -semoga kesuksesan dan kebahagiaan menyertainya- bilang 'liat tuh lalat-lalat (motor) pada baris', bahkan pada perempatan tertentu, begitu lampu lalu lintas berganti hijau, motor-motor meraung dan bergerak cepat seperti start saat balapan saja.

Jika populasi ini tidak dikendalikan, mungkin pertanyaan si bocah itu akan menjadi kenyataan. Tapi, bagaimana cara untuk mengendalikannya, apakah dengan pembatasan produksi, peningkatan pajak kendaraan bermotor, atau ...

Saturday, February 10, 2007

Kembali ke ... buku

"ternyata membaca ebooks masih terasa lebih melelahkan bagiku jika dibandingkan dengan membaca buku -teks- seperti biasa"

Rasanya kemampuan membaca khususnya 'fast reading' sudah mulai berkurang. Dulu, biasa baca buku cepat, maksimal tiga hari untuk membaca buku dengan ketebalan 200 halaman. Tapi, tergantung bukunya juga sih. Sekarang, rasanya untuk membaca sebuah buku dengan judul 'sebuah telaah kritis, Akhirnya kutemukan kebenaran dari Mitra Zaman' dengan ketebalan tak lebih dari 260 dibutuhkan waktu lebih dari seminggu.

Entah mengapa rasanya begitu lama waktu yang didapatkan, apa karena begitu sulit kudapatkan 'soul' dari si penulis hingga harus tiga sampai empat kali kembali ke bab awal hanya untuk sekedar unsur penguatan. Memang, rasanya tidak ingin kulewatkan bagian-bagian yang memang sangat ditekankan oleh penulis buku ini.

Buku berikutnya yang terpaksa ku postponed pembacaannya adalah 'Keajaiban shalat subuh' dan 'do'a orang-orang sukses', ntar deh bacanya. Karena buku seperti ini tidak membutuhkan telaah kritis dari kedua belahan otak seperti buku yang kusebutkan pertama. Kategori buku yang menggoncang iman jika meminjam phrase dari Triyogo.

Mau tidak mau harus beres sore atau maksimal malam ini, kembali membaca adalah sebuah kebutuhan yang memang harus dipenuhi, karena membaca bisa menggairahkan kembali untuk menulis. Menulis, sebagai sebuah bentuk publikasi, baik itu ide, usulan, kritikan, dan apapun itu, jika memang kita tidak dapat menyampaikan -mempresentasikan- sesuatu secara interaksi symbolistik.

Membaca buku dengan model teks seperti itu rasanya lebih ternikmati jika dibandingkan dengan membaca buku semodel ebooks, walau buku dengan model ebooks pun ku lahap saja jika memang menarik, tapi tidak jarang model ebooks ku cetak -print- kemudian dibaca secara manual. Hal itu kulakukan karena ternyata membaca ebooks masih terasa lebih melelahkan bagiku jika dibandingkan dengan membaca buku -teks- seperti biasa. Jadi belumlah sreg jika kukatakan diriku adalah bagian dari mereka yang 'paperless'. Begitulah adanya, walau sehari-hari bergumul dengan laptop lebih dari 8 jam sehari.


Saturday, February 03, 2007

Membuat Paspor

Mengajukan permohonan paspor tidak rumit seperti yang dibayangkan sebelumnya, hanya dibutuhkan kesabaran dan kesadaran sebagai pemohon tentunya di luar persyaratan yang harus dipenuhi, itu saja kuncinya

Karena satu dan lain hal, beberapa minggu yang lalu harus membuat Paspor. Pada awalnya tidak terbayang bagaimana cara-caranya melakukan pengajuan Paspor, apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi dan lain sebagainya.

Berbekal sedikit informasi dari Pak BR dan Pak Andika, serta Ibu Dian -setidaknya beliau-beliau ini sudah memiliki paspor sedari lama-, akhirnya berangkatlah daku menuju Kantor Imigrasi Bandung di Jalan Suci.

Sesampainya di sana, terbaca dengan jelas persyaratan yang dibutuhkan (disesuaikan dengan kebutuhan sang pemohon), yaitu diantaranya adalah:
1. KTP pemohon yang masih berlaku
2. Kartu Keluarga Terbaru
3. Ijazah Terakhir atau Kutipan Akta Kelahiran
4. Surat Keterangan dari Perusahaan

Ada beberapa proses utama saat melakukan pengajuan, yaitu:
1. Mengisi formulir permohonan (formulir permohonan bisa dibeli di loket yang disediakan, harga Rp. 15.000,-)
2. Mengajukan Permohonan (5 hari kerja), tidak dipungut biaya
3. Foto dan Wawancara (Melakukan pembayaran biaya Foto Rp. 55.000, pembuatan paspor sebesar Rp 200.000,- dan sidik jari Rp. 5000,-) setelah tahapan ini dilalui paspor akan diproses selama 2 hari kerja
4. Pengambilan Paspor.

Total waktu yang dibutuhkan selama pembuatan paspor dari awal hingga akhir selama 7 hari (dibulatkan menjadi 10 hari, karena sabtu dan minggu libur).

Tidak sulit, hanya perlu kesabaran saja. Total biaya yang saya keluarkan adalah Rp. 275.000,-, mudah dan murah jika dibandingkan dengan pembuatan paspor di luar negeri.

Pengalaman Ber-leasing

Wah, dengan perasaan senang dan lega, BPKB itu bisa diambil, yang berarti si Thunder sudah jadi hak milik secara penuh.


Tidak terasa, 23 bulan telah terlalui dengan sempurna, tidak ada debt collector (istilah yang digunakan untuk pihak ke-tiga sebagai penagih hutang) yang datang ke rumah, alhamdulillah tidak ada kesulitan dalam mekanisme pembayaran, dan tidak mengalami penarikan ulang kendaraan yang dipakai karena nggak sanggup bayar setoran.

Kendaraan bermotor ini -tentunya anda sudah tahu kendaraan apa yang saya maksud-, saya peroleh dengan sistem sewa beli atau biasa dikenal dengan istilah leasing pada sebuah jasa leasing summit oto selama 2 tahun. Kalau tidak salah, sebagai uang setoran pertama dulu sebesar 6.500.000 rupiah dengan setoran perbulan sebesar 509.000,- rupiah, kalau ditotal-total berapa ya? ah, malas ngitungnya. Tentunya ada nilai selisih antara harga beli saat itu dengan harga sewa beli yang saya lakukan. Nilai kendaraan tersebut saat itu adalah sekitar 13.500.000,- rupiah. Jadi berapa selisihnya, silahkan hitung sendiri.

Rasa lega dan syukur terpanjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, akhirnya bisa tercapai juga untuk memiliki kendaraan bermotor dari uang hasil keringat sendiri, kalau pinjam istilah Om Tukul hasil kristalisasi keringat, dan tidak didapatkan dengan rengekan mama/papa beliin motor dong, hehehe. Just Kidding.

Setidaknya dengan jasa leasing, kita dapat mendapatkan keringanan dan kemudahan dalam rangka mendapatkan apa yang kita inginkan, tapi jangan melupakan patokan dasar saat kita ber-leasing yaitu disiplin saat melakukan pembayaran, dan tidak menunda-nunda setoran. Kalau tidak patuh dan disiplin, maka apa yang kita leased akan hilang digasak debt collector -tentunya dengan serangkaian proses tertentu-.